Disuatu petang tak sengaja saya melihat di sebuah warung kopi tempat mangkal para tukang ojek, para penghuni warung tengah asik menyaksikan berita-berita dari salah satu tayang televisi yang tidak perlu saya sebutkan. Dalam tayangan televisi tersebut jelas sekali bagaimana ia (stasiun tv) menyiarkan isu-isu yang sedang hangat diperbincangkan orang banyak yang tak lain dan tak bukan tentang prostitusi di negeri ini. Selang beberapa meter dari warung tersebut saya pun melihat siaran tv yang sama dengan konten yang sama
Mari kita mencoba mendekonstruksi tayangan tersebut sudah pantaskah tayangan tersebut untuk kita lihat dan untuk kita tonton? Jawabnya bisa “iya” bisa “tidak”. Dampak tayangan televisi yang diulang-ulang cenderung akan banyak ditiru oleh penonton televisi tersebut. Apalagi dengan eksploitasi yang berlebihan maka sangat mungkin untuk penonton meniru dan mempraktikannya. Saya sendiri sering menggunakan istilah “digoreng”, sebab isu-isu lama yang sudah terjadi diangkat dibolak-balik dimasak dibumbui dan seterusnya hanya untuk meraih untung semata.
Agaknya kita ini memerlukan apa yang dinamakan literasi media. Literasi media adalah kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan mendekonstruksi pencitraan media. Kemampuan untuk melakukan hal ini ditujukan agar pemirsa sebagai konsumen media (termasuk anak-anak) menjadi sadar (melek) tentang cara media dikonstruksi (dibuat) dan diakses. [Sumber: wikipedia]
Literasi media muncul dan mulai sering dibicarakan karena media seringkali dianggap sumber kebenaran, dan pada sisi lain, tidak banyak yang tahu bahwa media memiliki kekuasaan secara intelektual di tengah publik dan menjadi medium untuk pihak yang berkepentingan untuk memonopoli makna yang akan dilempar ke publik. Karena pekerja media bebas untuk merekonstruksikan fakta keras dalam konteks untuk kepentingan publik (pro bono publico) dan merupakan bagian dalamkebebasan pers (freedom of the press) tanggung jawab atas suatu hasil rekonstruksi fakta adalah berada pada tangan jurnalis, yang seharusnya netral dan tidak dipengaruhi oleh emosi dan pendapatnya akan narasumber, dan bukan pada narasumber. [Sumber: wikipedia]
Hari ini media massa sudah sangat mendominasi kehidupan kita. Media massa adalah media yang digunakan untuk menyampaikan informasi kepada khalayak melalui media elektronik dan media cetak, bisa berupa hiburan ataupun pendidikan, berfungsi juga untuk memberikan opini atau pendapat.
Kita tahu fungsi Media massa setidaknya ada empat, yaitu menginformasikan (to inform), mendidik (to educate), membentuk opini atau pendapat (to persuade), dan menghibur (to entertain). Literasi media muncul didorong kenyataan bahwa fungsi media massa lebih dominan dalam hal menghibur, dan mengabaikan fungsi mendidik.
Media literasi muncul karena media massa dianggap telah mengabaikan fungsi mendidik dari media. Media literasi dikenal dengan istilah “melek media” di Indonesia. Menurut Potter,W.J; “Melek media adalah satu set perspektif yang aktif kita gunakan untuk membuka diri kepada media untuk menafsirkan makna pesan yang kita hadapi. Kita membangun perspektif kita dari struktur pengetahuan. Untuk membangun struktur pengetahuan kita, kita perlu alat dan bahan baku. Alat-alat adalah keterampilan kita. bahan baku adalah informasi dari media dan dari dunia nyata. aktif menggunakan berarti bahwa kita sadar akan pesan dan berinteraksi dengan mereka secara sadar.”
Media literasi bertujuan untuk:
• Membatasi PILIHAN
Media telah memprogram kita untuk berpikir bahwa seakan-akan kita memiliki banyak pilihan, namun pada kenyataannya pilihan yang disediakan sangat terbatas. Ini akibat karena masyarakat kita cenderung monoton dalam melakukan kegiatan.
• Memperkuat PENGALAMAN
Di otak kita tertanam bahwa media adalah sarana hiburan. Tetapi, seiring berjalannya waktu, kita harus mengubah pandangan tersebut untuk menjadikan media bukan hanya sarana hiburan, melainkan sarana untuk mencari informasi yang bersifat positif. Seringnya kita memilah informasi di media, maka akan menjadi pengalaman tersendiri yang akan berguna di kehidupan sosial kita.
• Memperkuat PERSEPSI
Agar kita tidak mudah mendapat kesimpulan setelah menerima suatu informasi dari media masa, baik positif maupun negatif. Kita juga harus mempunyai persepsi dari diri kita masing-masing terhadap informasi tersebut. Sehingga kita mampu objektif dalam menilai dan menyimpulkan.
Perkembangan media literasi di Indonesia masih sangat minim dikarenakan masyarakat lebih mengutamakan media sebagai sarana hiburan dibanding sarana edukasi. Media literasi belum diedukasikan kepada anak-anak dan remaja melalui kurikulum sekolah, hanya ada beberapa seminar dan diskusi yang sangat sedikit.
1.Beberapa kendala yang mengakibatkan terhambatnya media literasi di Indonesia:
2.Rendahnya minat baca masyarakat Indonesia.
3.Kecenderungan masyarakat Indonesi lebih suka menonton acara tv yang hanya menghibur.
4.Metode pendidikan Indonesia yang masih menganut interaksi satu arah.
Maka ada diposisi manakah kita ini, yang jelas masyarakat harus mulai kritis dan aktif dalam memberikan respon terhadap konten media yang sudah semakin tak terkendali, apalagi jika media sudah ditumpangi oleh kepentingan-kepentingan tertentu.
Anton Mahapatih
0 Komentar